Thursday, January 30, 2014

Visual Novel : (x²+y²-1)³=x²y³


Hi there! ...yep, we're back with another visual novel project to write about on this starry night!

The title might seem to be intimidating at first glance, but worry not - it is more known among Genshiken ITB commoners and highnesses as Equation of the Heart, a reference to this. Yes, I've mentioned this visual novel project previously in this post - a project initiated by a group of nine, with I myself as one of them (it's quite hard to write this post without being bias, really).

From the screenshot above, you might've been already noticing that this visual novel runs on wide-screen resolution - however, the most eye-catching thing is perhaps the three chibis on the far left side. The main menu itself is completely made from scratch by the illustrators, with me doing the digital retouch (with all the tree samples and such) and Mario doing the post-processing edit.

Originally created for the Genshiken Staff Training event (a series of training for Genshiken ITB freshmen to devoid the 'future' from their 'future Genshiken staff' status), this visual novel tells a story about a notorious vandal high-schooler, Nero, who had a twist of fate by the sudden appearance of three charming girls with three different background stories. Project leader Mario Filino constructed the visual novel using Ren'py, based on the script written by Nicko Tama // Dopachin and proof-read by me. No, I won't spoil how the story progresses here (:


Some might find the theme taken is quite cliché though, as love stories tend to have similar ending among each other. To anticipate this, there are some options that could be taken at a certain point - this adds a non-linearity to the game. Furthermore, a fair balance of downtempo and uptempo songs are embedded to the game to accompany the main character's 'twist of fate'. It grandly results in an enjoyable storyline, in the end. The visual novel itself weighs 275 MB overall.


After all, I had to say that what makes this visual novel shine on the Genshiken Staff Training's project presentation day are : (1) The character design, and (2) The visual novel's on-time completion. As for the first, I personally need to deliver a deep gratitude to our illustrator trifecta - Rofid I. // RAKELUDIN13, Raniasih S. // chrovide, and A. Mudhaffarah // awabara. The end credits has an infamous typo, though - 'Thaks for Playing' - which was left unnoticed by anyone until the very presentation hour.

While the first chapter of the story is already complete and fully playable, the only physical copy of this game's whereabouts is currently unknown - good thing I still own it on my hard drive. The following chapter already shed its light, as the first route's script has already been finished.

Well, that's it for our Genshikenic visual novel adventure this time! Before I left, I'd like to mentioned previously that there are four visual novels submitted for the Genshiken Staff Training event? Yes, consider this as the tip of the iceberg - expect the unexpected as we dive deeply onto the other three in the near future!

- Nivalyx

Tuesday, January 28, 2014

GWC VI : Transisi, Repetisi

Selamat sore, para pembaca sekalian!~

Seperti yang telah dijanjikan sebelumnya, cerita-cerita kreasi massa Genshiken hasil kompetisi Genshiken Writing Challenge yang telah berlalu akan kami publikasikan di blog ini secara berkala! Kami akan memulainya dengan salah satu karya keluaran Genshiken Writing Challenge VI, yakni 'Transisi, Repetisi' -  adapun detail-detail teknis mengenai kisah ini adalah sebagai berikut:

  • Judul : Transisi, Repetisi
  • Event : Genshiken Writing Challenge VI (Time Loop)
  • Pengarang : *

Selamat membaca!~

* Catatan : Hasil-hasil Writing Challenge di-post di forum kami tanpa mencantumkan identitas pengarang - identitas pengarang akan ditambahkan setelah ada konfirmasi

 -------------------------------------------

“Eh?”

“Kita kembali lagi?”

“Ini apaan sih!?”

Suara-suara senada bisa terdengar didalam kelas ini. Seorang pemuda yang duduk di pojok tidak berkata apa-apa, tapi dalam hatinya ia juga merasa sebal dengan apa yang terjadi saat ini.

“Ini sudah ketiga kalinya, ketiga, lho!” seru orang yang duduk disamping pemuda yang diam tadi.

Si pemuda itu sendiri pernah membaca beberapa cerita tentang hal ini, dimana entah hanya sedikit karakternya yang terpengaruh, atau sang karakter melupakan bahwa kejadian ini terjadi.

Timeloop. Waktu yang terus menerus terulang.

Tapi timeloop yang terjadi hari ini belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Seisi kelas terkena dampaknya dan mengingat kejadian itu. Alhasil, ujian hari ini, telah terjadi sebanyak tiga kali. Kini mereka dalam pengulangan ketiga, dan akan melakukan ujian tengah semester untuk yang keempat kalinya.

Ketika waktu terulang untuk pertama kalinya, semua anggota kelas terkejut bukan main, sebagian bahagia bukan main karena mengetahui soal yang akan dibagikan dan segera mempelajari soal-soal ujian yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Sebagian yang lain memilih diam dan mengikuti, walaupun dalam hati mereka tidak mengerti apa yang tengah terjadi.

Dari apa yang bisa mereka lihat, sang guru sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi. Ia membagikan soal seperti sebelumnya. Beberapa orang anak tertawa kecil ketika sang guru membagian soal. Mereka sudah mengetahui seperti apa soal yang akan mereka kerjakan.

20 menit setelah ujian dimulai, salah seorang siswa berdiri.

“Pak, saya sudah selesai, bolehkah saya meninggalkan ruangan?”

Sang guru mengangguk, dan mengisyaratkan siswa tersebut untuk menaruh lembar jawabannya didepan. Seraya bersiul riang, siswa itu berjalan menuju pintu keluar, dan… WHUSH!

Semua kembali seperti semula. Mereka yang masih mengerjakan soal, tersentak karena pemandangan didepan mata mereka bukan lagi soal, melainkan pemandangan pagi tadi.

“Eh? Kok kita kembali lagi!?” seru salah seorang siswa.

“Oi, Tom, jangan-jangan ini gara-gara kamu keluar kelas?” ujar siswa lain pada siswa yang pada pengulangan pertama, keluar kelas setelah 20 menit ujian dimulai.

“Masa sih…?” Tom merengut, kemudian duduk diatas meja.

“Sekarang masih… jam 9 kurang 10… kita benar-benar kembali ke waktu sebelum ujian… Kukira ini cuma mimpi…” ujar salah seorang siswi. Siswi itu menoleh ke teman di sebelah kanannya.

“Al, Alia, gimana menurutmu?” tanya siswi tersebut pada gadis disebelahnya. Gadis itu diam, kepalanya tertunduk menatap meja didepannya. “Hei, ketua kelas!” Dipanggil ketua kelas, barulah sang ketua kelas, Alia, menyahut.

“Eh? Ah, tidak… aku tidak tahu apa yang terjadi…”

“Pokoknya, sekarang jangan ada yang keluar kelas! Gue tahu lu pinter kok, Tom, tapi jangan keluar kelas sampai ujian selesai, ya!” ujar salah seorang siswa.

“Iya, iya. Ah, sudah datang, tuh!”

Para siswa dengan tergesa-gesa kembali ke tempat duduk mereka masing-masing, duduk dalam posisi siap ujian. Mereka tenang karena mereka tahu isi kertas yang mereka hadapi. Di sisi lain, mereka merasa cemas akan ketidakpastian yang menunggu mereka di akhir ujian.

Dalam 100 menit kemudian, tidak ada satupun yang bersuara. Bahkan, guru merekapun tidak berbicara sama sekali setelah ia menjelaskan tata tertib ujian. Ia terkadang berjalan diantara para siswa, dan kadang ia duduk di kursinya, mengeluarkan ponsel dan mengutak-atiknya.

Setelah ujian tersebut selesai dan sang guru keluar dari kelas, seluruh siswa kelas tersebut bernafas lega, tapi masih ada sesuatu yang mengganjal di beberapa dari mereka. Bisakah mereka keluar kelas dan mendapatkan pemandangan berupa lorong, bukan kembali ke kelas dua jam sebelumya?

“Hei, jadi gimana nih?”

“Iya, apa nggak apa-apa kalau kita keluar?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mulai terdengar dari mulut para siswa. Hiruk pikuk segera memenuhi seluruh kelas. Alia, sang ketua kelas, melihat ke seluruh kelas dan berpikir.

“Salah satu dari kita harus mencoba keluar.”

Alia berkata dengan suara lantang, mengalihkan perhatian semua siswa lain padanya.

“Tapi, bagaimana kalau kita mengulang ujian ini lagi?”

“200 menit penyiksaan seperti ini sudah cukup, Ya.”

“Saat ini, cuma itu yang bisa gue sarankan. Apa kalian punya ide lain?” tanya Alia pada siswa-siswa di kelasnya. Tak ada satupun yang menjawab.

“Kalau tidak ada yang memberikan ide, kita harus mencoba keluar.”

Salah seorang siswa tampak ingin mengatakan sesuatu, namun ia mengurungkan niatnya.

“Baik, kalau begitu, aku akan mencoba keluar.”

“Kalau kita kembali lagi, bagaimana?”

“…Kurasa kita tidak punya pilihan selain mengerjakan lagi ujiannya.” jawab Alia lirih dengan senyum lemah di wajahnya.

“Tapi, itu…” potong seorang siswa, yang suaranya melemah dan kemudian menghilang.

Alia baru akan membuka pintu, ketika Tom menahannya.

“Ada apa, Tom?”

“…tidak.” Tom melepaskan tangannya dari bahu Alia, dan Alia melangkah keluar.

WHUSH.



Semua kembali ke tempat mereka masing-masing. 30 menit sebelum ujian dimulai.

Alia, Tom, siswa siswi lainnya, menemukan diri mereka kembali ke tempat asal mereka.

Tom menoleh ke pemuda sebelahnya, yang memprotes sudah ketiga kalinya timeloop ini terjadi.

Alia melangkah keluar dan waktu terulang, padahal ujian sudah selesai. Artinya, tidak ada satupun dari mereka yang bisa keluar, atau waktu akan terulang.

“Gue gamau ujian lagi!” teriak salah seorang siswi.

“Eh, tapi bisa kita perbaiki lagi, kan?” balas seorang siswa.

“Tapi tetep aja, kalau nggak ngerti, kan tetep nggak ngerti! “ seru siswi tadi.

Kelas itu kembali dipenuhi suara frustasi dan kekesalan.

“Hei, Alia, tanggung jawab!” seru salah seorang siswa.

“Ini bukan salah Alia, kan? Tadi kalian tidak punya solusi lain, kan!?” balas siswi yang duduk disamping Alia.

“Ya, kita kan bisa menunggu sampai ada yang masuk ke ruangan ini!?”

“Lalu kenapa nggak kau katakan tadi!?”

“Sudah, Tia, sudahlah.” Alia menggenggam erat tangan siswi yang ada disampingnya.

“Tapi, Alia, ini bukan salahmu!” ujar Tia lirih. Alia bisa merasakan tangan Tia gemetar hebat ketika memegangnya. Panik, kesal, dan takut menjadi satu. Mata Tia pun mulai berkaca-kaca. Alia menariknya dan memeluknya.

“Alia…”

“Kita akan keluar dari sini, aku janji, Tia.”

“Uuuuu…” Alia bisa mendengar teman terbaiknya itu terisak di pelukannya.

“Gahh, dasar. Kalau begini, kita jadi harus ujian lagi…”

“Apa gunanya ujian lagi kalau kita sama sekali nggak bisa mengerjakannya!?” seru salah seorang siswa.

“Lalu kenapa lu nggak belajar!? Bukannya itu tugas kita sebagai siswa!?” seru seorang siswi lainnya.

“Ngapain belajar kalau yang dipelajari nggak keluar di ujian!?”

“Buktinya, di soal tadi, yang keluar materi yang baru tiga minggu terakhir diajari, kan!?”

“Ada apa ini?”

Tanpa mereka sadari, pintu ruangan kelas sudah terbuka dan sang guru sudah berada di ambangnya. Para siswa melihat sang guru dengan tatapan putus asa.

“Kok kalian seperti yang kehilangan harapan? Tenang aja, ujiannya nggak sesusah itu…”

Para siswa saling pandang, beberapa di antaranya menggeleng lemah, kemudian duduk di tempatnya masing-masing.

“Baik, kita mulai ujiannya dari… sekarang.”



Yang mereka lakukan tak lain hanyalah apa yang telah mereka lakukan tiga kali sebelumnya, diulang ke detil terkecil.

Mereka yang sanggup mengerjakan ujian itu, bosan.

Mereka yang tak sanggup, frustasi.

Hingga 100 menit akhirnya berlalu, sang guru mengumpulkan kertas ujian dan meninggalkan kelas.

Seisi kelas terdiam. Tidak ada satupun yang beranjak dari kursinya ataupun bersuara selama 5 menit penuh.

Pada menit keenam, Tom berdiri dari bangkunya.

“Oi,mau kemana?” tanya siswa di sebelahnya.

“Aku ingin bicara dengan ketua kelas.”

“…baiklah.” Siswa tersebut memalingkan wajahnya, kemudian menyandarkan kepalanya diatas buku yang ada di meja didepannya. Tom segera berjalan kedepan bangku tempat sang ketua kelas duduk.

“Ya, menurutmu apa yang terjadi?”

“…aku nggak tahu.” Jawab Alia singkat. “Jujur aja, kurasa nggak ada orang normal yang tahu apa yang terjadi sekarang ini. Bukannya yang sering baca buku fiksi ilmiah aneh kamu?”

“Ah, yah… gue pernah baca beberapa buku tentang ini, tapi nggak kayak gini keadaannya. Biasanya cuma satu atau dua orang saja yang terpengaruh, nggak seluruh kelas juga. Kalau cuma satu-dua orang, mungkin bisa diketahui penyebabnya, tapi kalau seluruh kelas… gue nggak yakin.”

“Gue nggak mau ujian lagi…” ujar salah satu siswi pelan.

“Bukan lo doang yang nggak mau ngerjain lagi. Gue juga, dan gue yakin disini ga cuman gue dan lo yang nggak mau.”

“Kenapa kalian nggak mau ngerjain lagi?” tanya Tom.

“Kita bukan lu, Tom. Otak kita nggak nyampe situ.” Jawab siswa barusan.

“Kalau gitu, sekarang ada waktu belajar, kan? Kenapa nggak belajar aja? Kalau kita mengulang waktu lagi, lo punya kesempatan lebih, kan?”

“Tapi!...Ugh…”

“Mungkin begitu… Diantara kalian disini, siapa saja yang tidak mengerti materi dari ujian yang baru saja dilaksanakan?” tanya Alia seraya berdiri dari tempat duduknya. Tidak ada yang mengacungkan tangan selama beberapa detik. Kemudian, seorang mengacungkan tangan, lalu dua orang, tiga orang, empat orang, hingga akhirnya, delapan belas orang mengacungkan tangan.

“Hampir setengah kelas, ya…” gumam Alia setelah menghitung.

“Baiklah, kenapa kita tidak belajar saja mulai sekarang?” ajak Tom. Ia melangkah ke bangkunya untuk mengambil buku pelajaran, kemudian…

WHUSH!

Waktu kembali berputar.

“TIDAAAAAAAAAKKKKKKK!!!!” salah seorang siswi berteriak. Teman-temannya segera memeluknya dan menenangkan dia.

“Tom! Kau ingat tadi berapa lama?” tanya Alia.

“Kira-kira setengah jam setelah ujian selesai.”

“Berarti setengah jam sebelum dan setelah ujian… Teman-teman, kita punya 30 menit sebelum dan setelah ujian. Mereka yang tidak bisa mengerjakan, kami yang bisa mengerjakan akan mengajarimu dalam waktu itu. Baca kembali soal ujian kalian, dan terus perbaiki.”

“Tapi, Alia…” seorang siswa yang sebelumnya mengacung mencoba membalas, tetapi kemudian Tom menyelanya.

“Saat ini, mungkin itu yang terbaik yang bisa kita lakukan. Mungkin setelah kita semua melakukan ujian ini dengan baik, kita akan keluar dari sini.”

“Apa kau bisa menjaminnya?!” tanya seorang siswa lain.

“Tidak, tapi apa ada jalan lain yang mungkin?”

“Kenapa kau tidak memberikan saja jawabannya pada kami? Dengan begitu, nilai kami jelas akan aman, kan?”

“Dalam ulangan, yang diuji adalah diri kalian sendiri, aku tidak bisa memberi jawaban apapun, tapi aku bisa membantu kalian mencapainya. Begitu juga dengan teman-teman yang mengerti. Mereka akan bisa membantu kalian yang belum bisa mencapai tujuan kita ke sekolah, belajar!”

Tidak ada yang membalas jawaban Tom.

“Baik, dalam 20 menit, kita akan membahas soal pertama. Perhatikanlah.”

Tom membahas teori dasar dari soal pertama selama 20 menit, dibantu Alia.

“Baiklah, sebentar lagi guru kita masuk, ingat baik-baik dasar dari soal ini. Kuncinya ada di teorema ini.”

Tak lama kemudian, guru mereka masuk dan membagikan kertas ujian. Tanpa suara, mereka mengerjakannya.

…100 menit berlalu, sang guru keluar kelas.

“Baiklah, dari pengerjaan tadi, adakah yang tidak bisa kalian lakukan dari soal pertama?”

“Anu, aku tidak mengerti di bagian ini…”

Pertanyaan demi pertanyaan mengalir, hingga akhirnya waktu terulang lagi. Kini, mereka membahas soal nomor dua.

Terus begitu, dari pengulangan kelima dimana mereka membahas soal nomor dua, keenam, hingga pengulangan kedelapan dimana mereka membahas soal kelima.

Kini tibalah pengulangan kesembilan. Walaupun tubuh mereka tidak lelah karena waktu terulang terus dan mengembalikan keadaan tubuh mereka ke keadaan segar, namun jelas terlihat di wajah para siswa kalau mental mereka hampir hancur.

“Kuharap ini berhasil.” bisik Alia pada Tom.

“Kuharap juga begitu. Good luck.”

“Terimakasih, Tom.” Alia tersenyum, kemudian kembali ke tempat duduknya tepat setelah guru membuka pintu.

Dan dimulailah ujian kesepuluh mereka.

Ujian itu berlangsung seperti sebelumnya, tanpa suara, selain goresan pena pada kertas.

10 menit berlalu… 20 menit berlalu… 30 menit berlalu…

9 kali mengerjakan dari pengulangan-pengulangan sebelumnya, mereka menjadi terbiasa dengan soal-soal ini, dan karena itu, waktu terasa berjalan lebih lambat bagi mereka, dan setelah 100 menit yang amat lama, bel berbunyi dan kertas ujian dikumpulkan.

“Bu guru.” panggil Alia.

“Ya, Alia?”

“Kira-kira, kapan nilai akan ditampilkan?”

“Seminggu lagi. Nanti akan ibu sampaikan.”

“Baik, terimakasih, bu.”

Sang guru kemudian meninggalkan kelas.

Semua soal telah selesai dibahas, semua yang tidak sanggup mengerjakan telah dibantu. Yang Tom ketahui, dari salah satu buku yang ia baca, ada kejadian dimana timeloop terjadi karena ada seseorang yang menyesal akan keputusan yang dibuatnya, sehingga waktu terulang, tapi karena orang tersebut tetap menyesal, maka waktu terulang hingga seseorang berhasil memecahkan masalahnya.

Ia berharap ini jalan keluarnya. Tentu bukan hanya dirinya, semua siswa kelas ini berharap begitu.

5 menit menuju waktu reset.

Waktu terasa berjalan amat lambat. Apakah ini akan berakhir? Apakah waktu akan terulang lagi?

1 menit menuju waktu reset.

Kesunyian mengisi kelas. Alia bahkan dapat mendengarkan detak jantungnya sendiri. Tidak ada suara apapun dari dalam maupun luar kelas, seakan kelas ini terpisah sepenuhnya dari dunia luar, baik dalam ruang maupun waktu.
5…4…3…2…1

Semua menahan nafas.

0.






“Jamnya…tidak kembali.” Ujar salah satu siswa.

“…” “…” “…”

“WUUUUUUUUHUUUUU!!!!!!!!!!!!!”

Seisi kelas bersorak gembira dan bernafas lega. Pemandangan didepan mata mereka tidak kembali ke masa sebelum ujian.
Tia memeluk erat-erat Alia, yang tersenyum penuh kelegaan. Sang ketua kelas memandang ke arah Tom, yang juga tampak lega.

Suasana hiruk pikuk tak terhindarkan dalam kelas yang baru saja melewati ujian terlama mereka.



“Untung saja kita bisa kembali.” Alia berkata seraya menelusuri jalan menuju rumahnya.

“Aku setuju… Bayangkan kalau setelah yang terakhir, waktu terulang lagi.” Balas Tom.

“Uh, sebaiknya tidak kubayangkan… Baiklah, aku berhenti disini. Salam untuk ibumu, ya.”

“Kuharap hal tadi tidak terjadi lagi…”

“Aku juga berharap begitu. Tapi, darimana kau menebak kalau waktu tidak akan terulang lagi setelah kita mengerjakan
ujiannya dengan lancar? Dari buku yang kaubaca?”

“Begitulah… Ya sudah, sampai jumpa besok.”

“Hei, Tom, menurutmu… berapa banyak dari teman kita yang masih sanggup ke sekolah besok?”

“Entahlah, mungkin ada diantara mereka yang akan sangat takut untuk masuk kedalam kelas. Kau sendiri?”

“Aku yakin kau akan ada disana.” Jawab Alia seraya tersenyum manis.

“…”

“Sampai jumpa besok, Tom.”

“Yeah, sampai jumpa besok.”

Itupun, kalau ‘besok’ bisa kita temui.


The End.

Sunday, January 26, 2014

VN : Carat - A Genshiken Story


...so, yes, I've been running this blog for a few days, and the response so far has been very positive. I have to start this post with a big thanks to anyone who had supported me - you had my gratitude!

I got asked from one of our members to took this visual novel to the limelight a day ago, and what came to my mind back then is : 'Why not?' Well, Carat : A Genshiken Story has been transforming into a cult-classic among Genshiken ITB members up until now. We had to thank the charming character duo - Gen-tan and Gen-kun - for driving this visual novel into popularity. I mean, who could forgot Gen-tan's mysterious, possessive personality?


The project itself was initiated a year ago by a team of eight who called theirselves 'Carat', consisted of Ariq H. // ariqhad, Rakaputra P. // Rheine, Karina R. // Riesling, and others. This visual novel was originally intended to be an introductory visual novel to Genshiken ITB freshmen - hence, this visual novel is also called as 'VN Pengenalan' (Introductory VN) and has been distributed internally among new Genshiken members.

Even traversing more to the past, Gen-kun and Gen-tan were created as Genshiken ITB's official mascot back then in 2012. At that time, they both weren't visualized yet - it was this visual novel which broke through the imaginair barrier and formed Gen-kun and Gen-tan's visual appearance. More recently, due to its popularity, the GCT stand on Comifuro III (which is closely affiliated with Genshiken ITB) decided to sold a pin with these characters engraved on the surface.

The visual novel's gameplay is rather simplistic and linear, much contradictory to the visual novel I previously talked about  - there were no choice bubbles and special events. The visual novel itself is relatively short, with only (and intended to only be) around ~10-15 minutes of play time - this is due to the visual novel's original intention, which is to be played during the story division's initial freshmen presentation.


The story itself revolves around a freshmen on Institut Teknologi Bandung, who decided (uh... well, let's *just* say so) to join Genshiken ITB during the Open House Unit (OHU) event. It's quite hard to say how the story progresses without spoiling anything too big though, as it's a very short story - I'll just say the story's ending is quite 'surprising'.

Created using Novelty, this visual novel weighs no more than 44 megabytes. Background songs of choice tend to be ambiental-orchestral, with some simple sound effects every here and there. Few things I note are there's no direct way to return to main menu from the game itself - and, probably this is just me, but I can't exit the game without crashing (I'm using Windows 8 personally, though).

I'd like to end this post with an announcement to all Genshiken ITB members that Carat is currently looking for more Genshiken ITB members to join them, so feel free to join or probably just dropping a visit to the group!

Oh, and yes, I do still have some interesting visual novels to write about here in my arsenal. Stay tuned, and have a nice day!

- Nivalyx

Writing Challenge!


Selamat sore semuanya!

Dalam post ini, kami akan menjelaskan lebih jauh mengenai salah satu proker kami yang telah kami singgung sebelumnya dalam post kami terdahulu, yakni 'Genshiken Writing Challenge (GWC)'!

Langsung menuju pokok permasalahan, Genshiken Writing Challenge adalah lomba penulisan cerita pendek bulanan antar massa Genshiken ITB dengan tema yang ditentukan sebelumnya. Tulisan-tulisan ini kemudian akan ditinjau dan diberi nilai oleh juri-juri yang telah ditunjuk sebelumnya. Anggota panel juri sendiri terdiri dari massa Genshiken Story yang digilir untuk menjadi juri, ataupun massa Genshiken ITB yang secara sukarela mencalonkan diri untuk menjadi juri.

Program ini sendiri telah berlangsung sejak sekitar setahun yang lalu, dan telah memasuki edisi ke-X pada tanggal post ini dibuat. Apabila sebelumnya karya-karya hasil Genshiken Writing Challenge hanya dapat dinikmati oleh khalayak internal Genshiken ITB, kini kami telah melangkah maju dengan mempublikasikan karya-karya tersebut di blog ini, sehingga karya-karya tersebut dapat dibaca oleh masyarakat luas!

-------------------------------

Sehubungan dengan informasi di atas, dengan ini kami juga turut menginformasikan bahwa Genshiken Writing Challenge X kini sedang berlangsung hingga tanggal 31 Januari 2014, dengan tema 'Randomizer Tragedy'.

Cerita wajib mengandung unsur 'Randomizer' dan unsur 'Tragedy', yang definisi luasnya adalah sebagai berikut:

  • Randomizer : Suatu alat yang me-random dan hasil keluarannya harus dituruti
  • Tragedy: An event causing great suffering, destruction, and distress (disadur dari COED '11)  

Kompetisi ini dikhususkan bagi massa Genshiken ITB. Bagi yang tertarik untuk mengikuti tantangan ini, cerita hasil gubahan dapat dikirimkan ke rakaputrapaputungan@yahoo.com (// Rheine) dengan ketentuan jumlah kata minimum 100 kata. Selamat menulis!

(Gambar diambil dari slide pengenalan Divisi Story, karya Rakaputra P. // Rheine)

- Nivalyx

Saturday, January 25, 2014

Visual Novel : Freak-Quency


Hello there! Are you experiencing a wonderful Saturday so far? Hope it's much more interesting than what I experience currently, because mine isn't actually - I had to continuously developing this blog all day (which drains my stamina a lot!)

...anyway, for the first actual post on this blog, I'd like to bring a solo visual novel project from one of our members - Dewi Nur Fitri // Xerofit51 - to the limelight : Freak-Quency. Long story short, this visual novel takes place in a world where a virtual reality game entitled Freak-Quency booms around. The virtual reality game itself is notorious for taking its players' lives though - and it's your task to unravel the mystery around it, along with Sonnya Grey, the innocent youth, and her Freak-Quency, Jackal.

The game starts off as an usual visual novel game - with dialogues, option buttons, and such. Looks indifferent with other visual novel? Alright, now here comes the interesting part : this is no ordinary visual novel, this game is a RPG-Visual Novel Hybrid. Yes, after several minutes of playtime or so, you'll be engaged into a battle scene. The battle scene itself is still simplistic at its current version though, as the creator made it an optional choice by now (players may skip the battle scene if he/she demands it).


Possible actions taken during the battle are similar to other RPG games around - attack, magic, and else. This might be personal, but the water spell reminds me of what used in Middens somehow. Speaking aside the battle, to attract more players into the game, the creator decided to add some interactive scene as portrayed in the picture below. There are some mini-quests and the 'Yen system', which is - I guess you've figured it out - the monetary system used in the game, although shops, items, and et cetera are not yet implemented by far.


About the songs and sound effects used on the game itself, I personally found that it is simple yet effective. On the game's boot, the players were introduced with a calming main menu music, which is an instrumental rendition of a popular song. I do forgot the song's title, but I realized that the battle scene's music is an instrumental rendition of Trick and Treat. Keep in mind though as this version is still far from final, theme songs and such are most likely to be changed on later release.

As someone who has worked with a team to create a Visual Novel game beforehand (Equation of the Heart - I'll write about this sometimes, mayhap) I found this game interesting and catchy for a game which is still in a premature development stage. The main weakness of this game is probably the writing itself, which requires a lot of proof reading and punctuation revision albeit giving a promising story so far.

People who wish to experience the game by theirselves may download the game here EDIT: Don't mind that old link, grab the newer version here!

- Nivalyx

Friday, January 24, 2014

Welcome Aboard Writers!

Ah...

Err, hai!

Selamat datang semuanya di proyek blog Genshiken Story! Seperti yang kami telah tulis pada profil kami, kami merupakan divisi dari Genshiken ITB yang berfokus pada pengaryaan massa-massa Genshiken ITB yang tertarik menyelami dunia penulisan cerita - baik karya literatur klasik, cerita singkat non-fiksi, visual novel - bagaimanapun bentuknya, kami mewadahinya!

Hmm, konten apa sajakah yang akan dimuat di sini? Pertanyaan menarik! Berikut ini adalah konten-konten yang akan kami muat secara reguler:

  • Cerita-cerita hasil Genshiken Writing Challenge
  • Review/sinopsis story-based project karya massa Genshiken
  • Proyek-proyek massa Genshiken Story (atau massa Genshiken secara umum)
  • ...konten-konten lainnya yang relevan! 

Sebagai divisi yang tergolong relatif baru, kami menargetkan untuk terus proaktif dan bervisi jauh ke depan. Blog ini pun merupakan realisasi dari ide yang dicetuskan oleh ketua divisi Story saat ini (Rakaputra Paputungan // Rheine) saat acara kumpul rutin. Untuk ke depannya, blog ini direncanakan untuk berkolaborasi dengan 'Genshiken Website 2.0' yang saat ini masih dalam tahap pengerjaan oleh Adhela Indah P. // syahzanan.

Kepengurusan blog ini sendiri saat ini masih dipegang oleh satu orang (Z. Sofyan // Nivalyx) selaku penanggung jawab utama, namun untuk ke depannya ekspansi-ekspansi akan terus dilaksanakan demi pengembangan blog ini lebih jauh. Kami sangat terbuka akan saran dan kritik konstruktif - jangan segan untuk mengontak kami via tautan-tautan yang kami suguhkan di sidebar apabila ada sesuatu yang ingin diutarakan kepada kami!

Umm, sekian dulu dari saya pribadi - have a warm welcome from us, anyone! Expect big things from us in the future!

- Nivalyx

Testing2

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Donec ornare metus lectus. Vestibulum lobortis eget odio scelerisque faucibus. Pellentesque et ornare dolor. Suspendisse mauris turpis, consectetur non gravida euismod, semper non quam. Fusce at arcu quis risus pharetra tincidunt pretium ut augue. Praesent massa diam, cursus ac libero gravida, luctus mattis quam. Duis erat velit, hendrerit sed auctor ut, dictum et lectus. Donec nulla urna, mollis vel erat sit amet, venenatis sagittis eros. Phasellus tempor turpis vel diam convallis consequat.

Nullam interdum felis quis velit ullamcorper, vel tincidunt odio blandit. Nulla commodo aliquet sapien sed consectetur. Donec sed diam laoreet, eleifend lectus eu, luctus dui. Nam euismod velit ut tincidunt lacinia. Suspendisse at facilisis leo. Mauris vitae ligula vitae ligula aliquam luctus eget eget diam. Donec adipiscing porttitor ipsum et bibendum. Quisque gravida posuere adipiscing. In sed adipiscing arcu. Etiam eget dignissim mi, sit amet convallis turpis. In sit amet rhoncus lectus.

Proin sit amet nulla ac arcu ornare congue. Cras posuere sapien risus, sit amet consequat odio adipiscing ut. Sed sollicitudin mauris ut venenatis pharetra. Fusce sed nulla turpis. Aliquam erat volutpat. Aenean viverra pulvinar malesuada. Aliquam aliquam sodales malesuada. Curabitur consequat sapien at ipsum porta pellentesque. Fusce congue volutpat nibh sit amet molestie. Nam tincidunt dictum ligula ac ullamcorper.

In sed eros quis tortor gravida porta. Nunc blandit tincidunt tristique. Nam eu convallis dolor. Vivamus consectetur rutrum leo eu aliquet. Nulla eu augue et ipsum laoreet vulputate. Suspendisse ultricies commodo justo, vel euismod felis elementum nec. Duis molestie ante fringilla, convallis est vel, pharetra nunc. Sed at metus laoreet, lacinia metus tempus, molestie nisl. Nulla ultricies et lectus vel molestie. In non commodo nulla.

Maecenas rhoncus tortor quis ligula volutpat condimentum. Quisque ac lectus sed turpis egestas mattis. Ut ut arcu sit amet sem molestie facilisis eleifend et purus. Donec ut justo pretium, volutpat ante sit amet, cursus tellus. Nulla vulputate lacus nec eros rutrum, sed euismod lorem tempus. Donec pulvinar leo vitae posuere fringilla. Fusce egestas euismod lorem fermentum euismod. Nulla mattis sed magna id faucibus. Aenean non semper augue.