Friday, December 26, 2014

GWC : Zielverhuiser


Apakah poster di atas terkesan familiar bagi Anda? Ya, poster yang telah ramai bersirkulasi di media sosial Facebook selama beberapa hari belakangan merupakan poster dari Freak-Quency, sebuah game Visual Novel yang berkisah mengenai misteri seputar dunia permainan virtual. Seusai versi penuhnya dirilis beberapa waktu yang lalu, game besutan Dewi Nur Fitri // Xerofit51 ini telah ramai dibicarakan dalam beragam komunitas, baik lokal ataupun internasional.

Meskipun demikian, banyak yang belum mengetahui bahwa game ini sejatinya adalah proyek lintas anggota Genshiken ITB. Pembaca yang jeli mungkin masih mengingat artikel mengenai Freak-Quency yang kami lansir beberapa bulan yang lalu, dan percayalah - sejak saat itu, banyak aspek yang telah berkembang pesat. Nama-nama seperti Sakon // sakon04 (yang notabene kini telah resmi bergabung dalam panji Genshiken ITB), Zakaria S. Laksmana // Nivalyx, dan Bima Saddha Prabawa // ntLKM pun turut andil dalam pengembangan game ini dengan kontribusinya masing-masing.

Fenomena Freak-Quency mungkin sedang mewabah, namun terlepas dari itu untuk saat ini kami ingin membawakan suatu konten lain yang menyegarkan ke permukaan. Yap - mengiringi musim liburan kali ini, kami mempersembahkan kepada Anda sebuah kisah pemecah rekor internal yang telah kami singgung sebelumnya - Zielverhuiser. Berikut detail teknis mengenai karya terkait :

  • Judul : Zielverhuiser
  • Pengarang : Ted Kesgar // tkesgar
  • Event : Genshiken Writing Challenge - UJIAN

Sebelum kami mengakhiri post pamungkas di tahun 2014 ini, kami juga ingin mengumumkan bahwa tertanggal 15 Desember 2014 kemarin Hamzah Yondita // Yon sudah efektif menjadi admin kedua blog ini! Konten dari Yon akan kami hadirkan sesegera mungkin. Sampai saat itu tiba, selamat berlibur, dan tetaplah produktif berkarya!

PS : Further insights about the new version of Freak-Quency (including download link) is accessible here

----------------------------

Selasa, 28 Oktober, 0530
Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat
Prajurit Satu Anisha Farakina
Batalion Infanteri 42

Aku duduk di sebuah bukit kecil di belakang kamp latihan, merasakan hangatnya mentari yang baru terbit sebagian. Hampir semua orang masih berada di tenda masing-masing, merapikan perlengkapan masing-masing, takut jika tiba-tiba sore nanti ada sidak. Aku sudah bangun sejak jam empat pagi dan sudah selesai membereskan perlengkapanku menjelang Shubuh; aku masih gugup karena hari ini adalah hari yang penting. Setelah apel pagi, kami akan mengadakan latihan perang khusus di pusat kota Bekasi. Hasil dari latihan perang itu akan menentukan siapakah beberapa orang dari kami yang akan diambil menjadi anggota Resimen Operasi Khusus.

Menjadi anggota ROK adalah tujuan utamaku menjadi tentara. Alasanku bukan untuk mengejar pangkat, bukan pula karena rasa patriotisme membela Tanah Air, namun karena aku ingin berada dekat dengan Aram. Dari kabar terakhir yang kuperoleh di mensa, saat ini ROK berada di Cikarang, sekitar lima belas kilometer dari Rengasdengklok.

Suasana pagi ini mengingatkanku pada satu pagi lima tahun lalu. Pagi di mana Dumai dibombardir. Pagi di mana ayah dan ibu tewas terkena bom. Pagi di mana seorang teman yang sudah kuanggap sebagai kakak, Aram, menyelamatkanku. Aram beserta beberapa teman yang lain -- Hariadi, Jaring, dan Bayan -- terlarut dalam semangat patriotisme dan langsung mendaftar menjadi tentara, meskipun saat itu mereka masih berumur enam belas tahun.

Aku menjadi tentara saat kondisi Indonesia sedang sulit-sulitnya. Dua tahun yang lalu, aku ingat saat itu TNI memerintahkan semua orang di usia lima belas sampai empat puluh tahun untuk datang ke kamp pelatihan menjadi tentara. Saat itu, hanya pulau Jawa yang masih dikuasai Indonesia. Kondisinya sudah lebih baik sekarang -- kami sudah merebut kembali pulau Kalimantan dan Sulawesi, namun musuh masih menguasai pulau Sumatera, Banten, dan pusat kota Jakarta.

Ketika aku mendengar Aram menjadi anggota ROK, aku meniatkan diri untuk menjadi anggota ROK. Setelah pertempuran besar di Bandung -- tiga puluh ribu kami melawan delapan puluh ribu tentara musuh, atasanku merekomendasikanku menjadi anggota ROK. Anggota ROK hanya dipilih lewat seleksi tertutup berdasarkan rekomendasi staf senior. Tampaknya apa yang kulakukan di Bandung -- menembak empat puluh tiga musuh dan merusak sebuah tank kecil -- cukup membuat staf senior terkesan.

Aku ingin bertemu kembali dengan Aram, orang yang aku suka sejak kecil. Sekarang peluangku ada di depan mata, dan aku tidak ingin melewatkannya.

                                   * * *

Pukul tujuh tiga puluh, apel pagi telah selesai dilaksanakan. Kami sedang melakukan cek perlengkapan dan persenjataan di ruang senjata. Meskipun hari ini hanya latihan perang, kami diperintahkan untuk mempersiapkan perlengkapan penuh, karena hari ini merupakan latihan perang terakhir sekaligus ujian seleksi ROK.

"Perlengkapanmu sudah semua?"

Eri adalah satu-satunya tentara wanita di seleksi ROK selain aku. Dia berasal dari Pekanbaru, ibukota Riau yang jaraknya tiga jam perjalanan dari Dumai lewat jalan tol. Orangnya ramah, teliti, dan terkesan lugu -- aku masih penasaran bagaimana dia memperoleh rekomendasi.

"Ya, sudah," jawabku.

"Kenapa kamu tidak menggunakan senapan serbu -- oh ya, aku lupa kalau kamu itu Ziver. Memang perlengkapan Ziver begitu berat ya?" tanya Eri?

"Ya, hampir sepuluh kilo. Ditambah perlengkapan medis standar, aku tidak bisa bergerak jika harus membawa senapan serbu," jawabku.

Ziver adalah singkatan dari Zielverhuizer, istilah bahasa Belanda yang artinya 'pemindah jiwa'. Ziver merupakan sebuah alat baru yang mulai digunakan oleh tentara Indonesia baru-baru ini. Ziver memungkinkan jiwa manusia untuk diselamatkan dalam kondisi gawat darurat di tengah medan pertempuran. Caranya adalah dengan memindahkan jiwanya ke dalam kontainer 'fles' yang mirip sebuah botol suplai air kecil, namun terbuat dari baja dan jauh lebih berat. Nantinya, jiwa tersebut dapat dipindahkan ke semi-klon dari tubuh asli tentara tersebut -- sebuah android yang mirip dengan tubuh aslinya. Terdengar mengerikan, namun TNI hanya berusaha menyelamatkan tentara yang hampir mati. Sejak pertama kali diperkenalkan beberapa tahun yang lalu, Ziver telah menyelamatkan ratusan nyawa tentara, namun memang ada tentara yang marah, yang lebih ingin mati di medan perang alih-alih menjadi semi-klon. Alat Ziver sendiri terdiri dari dua buah pelat dengan sebuah generator besar, mirip dengan defibriliator.

"Isha, jika nanti aku hampir mati, tolong sisakan sebuah fles untukku, ya," kata Eri.

"Insya Allah," aku tidak berani langsung berkata iya terhadap permintaan tersebut. "Ketika masuk ROK nanti aku akan menyiapkan fles khusus dengan namamu."

"Yah, meskipun nanti juga belum tentu terpakai," Eri menepuk kepalaku. Dia begitu tinggi untuk seorang wanita -- tinggiku 168 cm, namun aku hanya sedagunya.

PRIIIT!

"Semuanya berangkat!"

Peluit tanda waktunya berangkat dibunyikan. Kami berangkat keluar dari ruang senjata menuju kendaraan masing-masing.

                                   * * *

Selasa, 28 Oktober, 1530
Cikarang, Bekasi, Jawa Barat
Letnan Satu Ramadan Arietta
Resimen Operasi Khusus 4

"Pindai ke arah barat laut."

Bayan menembakkan sebuah drone ke angkasa. Dilengkapi dengan kamera, sebuah drone dapat melihat kondisi suatu medan hingga radius empat kilometer.

"Satu kilometer ke arah utara. 42 sekitar tujuh orang, musuh cukup banyak, ada kendaraan tempur."

"Baik. Semuanya, bergerak menuju zona pertempuran, hindari kontak dengan musuh, Raka ikut denganku. Bayan, Madina, pergi ke titik ini dan siaga di dalam mobil," aku menunjuk satu gedung di peta interaktif. Gedung tersebut relatif jauh dari zona pertempuran.

"Dimengerti."

Aku dan Raka berpasangan menuju zona pertempuran yang ditunjukkan.

Pukul sebelas tadi pagi, Batalion Infanteri 42 diserang secara diam-diam oleh musuh saat mengadakan latihan perang. Sebagian besar dari mereka sudah dievakuasi, namun terdapat satu peleton yang menjadi penjaga belakang ketika evakuasi. Atasan memerintahkan dua skuad ROK-4 -- salah satunya skuadku -- untuk menjemput peleton penjaga belakang. Dari kondisi mereka sepertinya tidak terlalu bagus; satu peleton berisi sekitar dua puluh orang telah berkurang hingga menjadi tujuh orang. Rencanaku adalah menjemput mereka -- sisa mereka -- dan lari menuju Bayan-Madina yang sudah siaga dengan mobil.

Aku tak habis pikir mengapa mereka mengadakan latihan perang hanya beberapa kilometer dari garis depan.

                                   * * *

Aku dan Raka tiba di zona pertempuran, sebuah rumah susun empat lantai yang cukup besar. Kami memasuki rumah tersebut dari arah selatan, menghindari musuh yang mengepung dari arah barat dan utara. Suara tembakan berdesingan memenuhi telingaku.

"Teman dari selatan! Teman dari selatan!" teriakku, memberi tahu Tentara 42 bahwa terdapat unit ROK di daerah mereka. Seorang dari 42 menghampiriku.

"Kamu komandannya?" tanyaku.

"Ya, saya Serma Amir. Kapten sudah tewas," jawabnya.

"Berapa orang yang tersisa?"

"Tujuh, dengan satu orang medis Ziver."

"Baik. Raka, siapkan satu drone tembak di lantai dua menghadap barat, aku akan siapkan satu di lantai tiga menghadap utara. Amir, bawa semua orang ke bawah, kita akan evakuasi," aku memberi perintah kepada Raka dan Amir.

"Dimengerti."

Aku menaiki tangga menuju lantai tiga, saat kemudian aku melihat sosok yang kukenal: Isha. Isha memegang tangan dari seorang tentara perempuan yang terbaring di lantai. Tentara perempuan itu bersimbah darah, dari mulut dan tenggorokannya keluar darah membanjir.

"...sha..." tentara perempuan itu berusaha berbicara sesuatu.

"Eri..." gumam Isha, sembari menyiapkan mesin Ziver untuk melakukan pemindahan jiwa. "Tunggu sebentar, kamu akan baik-baik saja..."

Aku tiba tepat waktu untuk menyaksikan pertama kalinya aku melihat bagaimana jiwa dipindahkan ke dalam fles. Di tangan Isha terdapat dua buah pelat semacam pelat defibriliator. Pelat di tangan kiri diarahkan ke sebuah fles, sedangkan pelat di tangan kanan diarahkan ke dada tentara perempuan itu.

"Lima, empat," Isha menghitung mundur, "tiga, dua, satu."

Kemudian tubuh tentara perempuan tersebut tersentak ke atas, persis seperti disetrum. Fles yang dipegang Isha berubah menjadi berpendar kehijauan.

Setelah ritual pemindahan jiwa selesai, aku menghampiri Isha. "Isha?"

"Aram!" sahut Isha melihatku.

"Kenapa kamu menjadi tentara? Dan... itu tadi pemindahan jiwa?" tanyaku.

"Ya," jawabnya singkat.

"Ada banyak pertanyaan yang harus kamu jawab nanti, Isha," kataku.

Sebuah pesan dari jarkom memotong reuni singkatku dengan Isha.

"Aram, tank musuh dari arah utara sedang menuju kalian, tiga menit."

Sial.

"Dimengerti. Tim ROK, amankan jalur dari selatan zona ke mobil, kami akan evakuasi," jawabku lewat jarkom.

"Isha, kamu, langsung ke bawah! Kita akan evakuasi!" kataku kepada Isha.

"Dimengerti!"

Aku berusaha memasang drone tembak secepat mungkin. Drone tembak tidak terlalu akurat untuk menghabisi musuh, namun cukup akurat untuk memberikan tembakan perlindungan selagi kami melakaukan evakuasi. Setelah selesai, drone tembak pun aktif dan langsung menembaki musuh. Beberapa musuh terkena tembakan langsung, sedangkan mereka yang hendak menyeberang masuk langsung mundur.

"Aram, jalur aman. Segera lakukan evakuasi," pesan dari jarkom.

Aku langsung turun ke bawah, dan memberikan perintah untuk evakuasi kepada semuanya.

"Semuanya, evakuasi! Ikuti Raka menuju mobil!" aku memerintahkan evakuasi sambil menunjuk Raka.

Satu per satu tentara keluar melewati pintu belakang di sebelah selatan. Satu, dua, tiga -- tunggu, mana Isha?

"Mana Isha?" tanyaku pada Amir, tentara paling belakang.

"Dia masih di atas, membereskan Ziver," jawabnya.

"Di mana?"

"Lantai dua!"

Aku bergegas ke lantai dua. Di sana, aku melihat Isha bersama banyak fles. Banyak sekali.

"Hati-hati, jangan sampai jatuh!"

Aku menghampiri Isha. "Semua fles ini... berisi?" tanyaku kepadanya.

"Ya. Empat puluh delapan orang, empat puluh delapan fles. Batalion 42 punya empat Ziver, tapi mereka semua sudah gugur."

Empat puluh delapan orang, empat puluh delapan jiwa, empat puluh delapan fles. Dan Isha mengumpulkan serta membawa semuanya, termasuk dari Ziver-Ziver lain.

Aku merasa sedikit pusing.

"Aram," Isha memanggilku, "bantu kami menyelamatkan teman kami."

Tanpa bicara satu patah katapun, aku mengumpulkan fles-fles yang berserakan di lantai dan memasukkannya ke dalam ransel. Sebuah fles berukuran cukup kecil, seukuran genggaman tangan, namun sangat berat -- aku membawa sekitar dua puluh fles dengan susah payah, terlebih lagi aku masih membawa perlengkapan tentara. Isha membuang berbagai perlengkapan medis di ranselnya sebelum memasukkan fles-fles ke dalamnya.

Setelah semua fles masuk, Isha berdiri, sempat kehuyungan karena berat, sebelum menginjakkan kakinya ke lantai. Matanya melihat ke arahku, sebelum melihat sekitarnya, dan berhenti ketika melihat ke belakangku. Isha langsung berteriak.

"Tank!"

Aku menoleh ke arah yang ditunjuk Isha, melewati lubang besar yang terbuka di dinding rumah, mungkin bekas granat.

Sebuah tank. Meriamnya mengarah ke lantai dua rumah kos, tepat ke tempat kami berada. Aku dapat merasakannya -- meriam tersebut tepat membidik kami.

"Awas!"

Tiba-tiba, semua terasa lambat. Seberkas cahaya dari meriam tank tersebut, diikuti ledakan besar di atasku, dan dentuman bunyi besar.

                                   * * *

Selasa, 28 Oktober, 1605
Kota Bekasi, Bekasi, Jawa Barat
Prajurit Satu Anisha Farakina
Batalion Infanteri 42

Aku punya sebuah kebiasaan baik yang menyebabkanku akan mati beberapa saat lagi: aku tidak bisa melihat orang lain sakit atau terluka. Aku ingin menyelamatkan orang lain.

Pernah suatu ketika Hariadi jatuh dari sepeda, entah kenapa aku yang panik menangis, lalu lari ke rumah mengambil kotak P3K. Padahal Hariadi tidak terluka sama sekali. Kebiasaan ini menyebabkan aku menjadi tentara medis -- di sebuah pertempuran, alih-alih menembaki musuh aku justru memikul tentara-tentara yang terluka dan beberapa tentara yang sudah gugur menuju zona penyelamatan. Hari ini, entah berapa kali aku melakukan pemindahan jiwa, termasuk menggunakan fles dari Ziver lain yang telah gugur.

Ketika aku melihat sebuah tank dengan meriam yang sudah dibidikkan ke arahku dan Aram, kebiasaanku mengambil alih pikiranku. Aku langsung melompat mendorong Aram ke arah tangga -- tempat yang paling aman jika sebuah lantai runtuh, berusaha melindungi Aram. Dan benar saja, tank tersebut langsung menembakkan meriamnya menghantam langit-langit ruangan, sehingga lantai dua langsung roboh.

Roboh menimpaku.

Seluruh badanku dari kaki hingga dada tertimpa reruntuhan. Kakiku mati rasa. Sepertinya suatu besi tajam mengoyak pinggangku dari belakang. Darah mengalir.

Sakit.

Sakit.

Sakit.

Aku mulai kehilangan kesadaran.

"...Isha? Isha? Isha!" Aram menghampiriku. Dia selamat.

Betul juga, aku Ziver.

"...Ziver..." aku kesulitan dalam bernafas, dan tidak bisa berbicara dengan lancar.

"Aku ambil!" Aram pergi. Tak lama kemudian, Aram kembali dengan membawa mesin Ziver.

"Jarkom... tank hancur... drone bom... maaf..." aku tidak bisa mendengar kata-kata Aram dengan jelas. Mungkin sebuah drone baru saja menghancurkan tank yang baru saja membunuhku? Terlambat sedikit saja.

"Fles? Isha... fles kosong... di mana?" Aram bertanya kepadaku.

"...di ransel... ku."

Betul juga, aku menyimpan fles kosong di ranselku bersama beberapa puluh fles lain, yang kini tertimpa reruntuhan.

Air mataku mulai mengalir. Aku tahu aku akan mati tanpa bisa dipindahkan.

Aram terduduk di depanku, tangannya memegang pelat Ziver. Pandangannya kosong.

"Aram..." aku berusaha berbicara.

"Isha... bicara..."

Aram melarangku berbicara? Aku tidak bisa mendengarnya. Aku ingin meminta maaf kepadamu karena menjadi tentara. Aku juga ingin menyatakan suka kepadamu menjelang aku mati.

"Maaf... aku... tentara... suka..."

Kata-kataku semakin kacau. Sial.

Aram berhenti berbicara. Kemudian, tiba-tiba Aram memasang pelat di keningku. Aku tidak bisa melihat fles yang digunakan Aram. Dari mana Aram mendapatkan fles baru? Bagaimana jiwa bisa dibuang dari fles yang sudah berisi? Yang aku tahu, fles tidak bisa dipakai dua kali.

"Lima..."

Apakah Aram memaksa menggunakan fles yang sudah berisi jiwa? Jangan! Jangan menggunakan fles yang sudah berisi! Jiwaku akan tercampur dan rusak, sesuatu yang lebih mengerikan daripada mati!

"Empat..."

"Jangan..." tanganku berusaha mencengkeram tangannya yang memegang pelat, namun tanganku sudah terlalu lemah.

"Tiga..."

Aram, tolong jangan.

"Satu..."

Untuk sesaat aku merasa kepalaku seperti ditekan begitu kuat, seperti hendak diremukkan.

Kemudian semuanya menjadi gelap.

                                   * * *

Kamis, 28 Oktober, 0530
Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Kapten Ramadan Arietta
Resimen Operasi Khusus 4

Satu tahun telah berlalu sejak pertempuran di Bekasi.

Sejarah akan mencatat pertempuran di Bekasi sebagai salah satu pertempuran ganas di mana puluhan tentara gugur akibat serangan diam-diam oleh pihak musuh. Beruntung, Batalion 42 saat itu sedang melakukan latihan perang terakhir untuk seleksi ROK, sehingga mereka memiliki persiapan tempur dan menghindari korban yang lebih besar. Dari 280 orang, terdapat total empat puluh sembilan korban, dengan dua puluh di antaranya dapat diselamatkan sebagai semi-klon.

Aku akan mengingat pertempuran di Bekasi sebagai pertempuran kecil yang mengubahku secara keseluruhan. Pada pertempuran itu, aku bertemu dengan Isha selama beberapa menit, hanya untuk melihatnya gugur beberapa waktu kemudian. Aku tidak akan bisa melupakan pemandangan saat itu -- Isha, terkubur hingga kepala dan tangan, dengan darah merembes keluar.

Sial, jika saja drone bom datang beberapa detik lebih awal, Isha tidak akan mati... dan aku tidak perlu melakukan pemindahan jiwa.

Waktu itu, aku memiliki dua puluh fles yang semuanya penuh berisi jiwa yang sudah Isha selamatkan. Tidak ada fles kosong; semua fles kosong ada di ransel Isha yang terkubur bersamanya. Isha akan membunuhku jika tahu aku membuang jiwa yang sudah diselamatkannya, jika memang fles bisa dibuang isinya -- dan ternyata memang tidak. Aku tidak punya tempat untuk melakukan pemindahan jiwa, kecuali satu: tubuhku sendiri.

Aku suka Isha.

Aku melarang Isha berperang agar dia selamat melewati masa-masa perang, untuk kemudian aku jemput setelah perang berakhir.

Pilihan paling rasional sesuai akalku saat itu adalah memindahkan jiwa ke tubuhku sendiri. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi; mungkin jiwaku akan hilang. Setidaknya Isha akan selamat. Aku tidak ingin Isha mati.

Namun hal yang terjadi tidak sesederhana itu.

Apa yang terjadi jika jiwa dipindahkan ke tubuh yang sudah berisi jiwa adalah terjadi fusi. Pikiran Isha menyatu dengan pikiranku. Aku menjadi tahu isi pikiran Isha.

Isha suka aku.

Sial, jika saja pertempuran di Bekasi tidak pernah terjadi...

                                   * * *

Sejak Kemerdekaan Kembali Indonesia tanggal 1 Juni, aku menerima banyak permintaan wawancara dari jurnalis sebagai salah satu pimpinan dari ROK. Hari ini, seorang jurnalis dari kantor berita lokal hendak mewawancaraku. Aku diminta menunggu di Monas pukul 10 pagi, namun aku sudah tiba di sini sejak pukul lima tiga puluh.

Pukul sepuluh lewat tiga puluh, jurnalis tersebut datang. Dasar kebiasaan masyarakat Indonesia, tidak menghargai waktu.

"Maaf, saya terlambat. Kapten Ramadan Arietta, Anda sudah menunggu lama?"

"Tidak, saya tidak menunggu lama."

"Terima kasih -- saya Munir dari KBNI. Bisa kita mulai wawancaranya sekarang, Kapten Ramadan?"

"Isha. Panggil saya Isha."

                                   * * *

Glosarium

Mensa : sebutan untuk ruang makan.

Serma : sersan mayor, salah satu pangkat tertinggi untuk perwira lapangan di TNI.

KBNI : Kantor Berita Nasional Indonesia, kantor berita yang merupakan gabungan dari Antara, RRI, dan TVRI pada waktu itu.

Monday, December 1, 2014

Review : Tari-Tari Basket


It has never been an easy task to steal a lustrous spot beneath the limelight on the 'dreaded' GST works' presentation day. It has never been.

Yet, this year's the faux gloom of the 'dreaded' day vanished. Gems are sparkling in glitter all over the place, nullifying the 'curse' of the day which has lasted for years. I have to say, it is Tari-Tari Basket - a novel project lead by Viona Damayanti - which acts as the Story Division's most major contribution to the gemstone's shine. (don't worry - I'll try to refrain from dropping too much spoiler here)

To make long story short, the story follows the triumph of Dian - a hopeful first-year college youth - on chasing Teguh's affection, who has encharmed her on their first sight with his magnificent flute harmonies. Upon the hands of fate's grant, these two's frequent meeting turned out into a catalyst which triggers a  breakdown point for Dian's heart - whether she should focus on her true basketball rising potent, or following the pathway of the Balinese traditional dance (which is not Dian's main interest) to encharm Teguh even more.

Before proceeding any further, here's one interesting backstory we'd like to tell : All of the judges on the presentation day (including me) agreed that the concept of the story is not something which stands out from the ordinary. Being a teenlit with a classic (and much overused) love-centered theme, it is an obligation for the project to deliver a plus point from another aspect, and yes - the novel did an exceptional delivery on the writing aspects (Thalia's telepathic ability greatly strengthen the story's magnet a lot).

We have to say, this novel is an interesting example of how a deep, philosophy-influenced writing could greatly spice up a concept which is not uncommon. Back then during the mentoring session this novel (lightly) suffers from a rough transition between the informal language and the mesmerizing self-thoughts, but it's clearly visible that there's an attempt to eliminate this barrier on the novel's final print version.


One of the major criticism on the novel back then is on how the illustrations' style conflict greatly among each other (due to the project having multiple illustrators), but personally we think it's not an issue that critical to be greatly concerned of (we can still enjoy the story's intuitable flow anyway). During the second half we can sense somehow that the conflict within Dian's 'steel heart' begins to feel repetitive (and gradually putting our interest away in a slight amount), but it doesn't retract us from examining this story to minutiae.

This novel also applies footnotes to enlighten readers on the more-technical terms (which is brilliant), but there's one big fault which is overlooked more or less - the story never stated its setting (although it's obvious enough that the story took place in Institut Teknologi Bandung), yet there's the name 'MGG' mentioned without any explanations at all about that organization. This would undoubtedly cause a sheer confusion to external (and even some internal) readers, in which some of us has experienced ourselves.

Despite the (not-so-major) flaws pointed on above paragraph, this literary shard is still an interesting one to read overall. It is imminent that there's *something special* poured directly from the writers' heart hidden within the universe of the story - be it consciously or unconsciously ciphered within, we can feel that most of the time this is not the mind speaking - it's the heart speaking. Most obvious is perhaps Teguh's student number (13313033, which actually exists - use this site to check out whom it is if you're that curious), but far beneath what's written in the surface there's still a lot more to dig and decipher. Really, grab a copy and you'll see what we mean.

We'll leave you all within the unsolved conundrum with this magnificent quote directly delivered from the novel itself. Have a nice day.

JLEB...
JLEB...JLEB...
JLEB...JLEB...JLEB...

- Nivalyx

Sunday, November 16, 2014

GWC : Create Your Own Legend


15 November 2014 merupakan momen yang monumental bagi Genshiken ITB. Bagaimana tidak, selain suksesnya pagelaran presentasi TA Calon Staff Genshiken ITB 2014 yang menuangkan total 25 (!) karya inovatif, untuk pertama kalinya dalam sejarah Genshiken ITB terdapat seorang pemenang Writing Challenge yang masih berstatus sebagai Calon Staff pada detik ia dinobatkan sebagai sang juara. Ya, Ted Kesgar // tkesgar - seorang Calon Staff Genshiken ITB 2014 yang bertugas sebagai ilustrator dalam tugas TA yang digelutinya - berhasil mengalahkan sembilan entri lainnya dalam Writing Challenge pemecah rekor entri terbanyak (hingga detik ini).

Entri yang membawanya menggapai posisi puncak - Zielverhuiser - mungkin akan kami cantumkan pada blog ini suatu saat, namun untuk saat ini kita tinggalkan sejenak euforia Writing Challenge bertemakan 'UJIAN' tersebut. Presentasi TA Calon Staff Genshiken ITB 2014 Sabtu lalu telah membawa angin segar kepada ragam divisi yang tergabung di bawah bendera Genshiken ITB. Ya, Divisi Story bukanlah pengecualian.

Salah satu presentasi TA yang lumayan disorot akan konsepnya yang relatif matang adalah 'Legenda Sungai Cikapundung' yang digawangi oleh M. Fathur, di mana sang penulis berusaha untuk membuat suatu epik fiktif yang menceritakan asal-muasal Sungai Cikapundung (yang notabene berlokasi relatif dekat dengan area kampus). Walaupun masih dinilai kurang dalam segi kepenulisan dan kesiapan cetaknya, para anggota Divisi Story sepakat untuk mengambil konsep 'mengarang suatu legenda fiktif akan sesuatu yang nyata' ini sebagai topik Writing Challenge selanjutnya dalam suatu rapat yang diselenggarakan dalam rangka mengevaluasi TA-TA yang terkumpul.

Adapun ketentuan-ketentuan pada Writing Challenge ini tertuang sebagai berikut :

  • Deadline : 17 Desember 2014
  • Konten minimal mengandung 100 kata, dan mengandung suatu legenda karangan sendiri
  • Legenda yang dimaksud tidak boleh merupakan penceritaan ulang dari legenda yang sudah ada/mengandung unsur-unsur dari suatu legenda yang sudah ada
  • Konten dikirim ke alamat e-mail story.genshiken.itb@gmail.com
  • Jangan lupa untuk mencantumkan 'Writing Challenge : Create Your Own Legend' (atau kata-kata sejenis yang representatif) sebagai subject e-mail, beserta identitas (nama/ID Forum) pada e-mail sebagai tanda pengenal

Akan sangat panjang apabila keseluruhan seluk-beluk TA Calon Staff Genshiken ITB 2014 dituangkan di sini. Untuk saat ini, silahkan menikmati rangkaian melodi familiar yang telah diaransemen ulang berikut (yang notabene juga merupakan salah satu TA yang dipresentasikan) sebagai penyemangat Anda semua dalam menulis.

Kompetisi kepenulisan ini terbuka bagi seluruh Staff maupun Calon Staff Genshiken ITB. Selamat berkarya!

Thursday, October 30, 2014

Story : Ethereal

Beberapa hari yang lalu, kami mendapat kiriman surat elektronik dari sang pemimpin redaksi GenMagz Lisa Santika Onggrid // requiem yang berisikan konten dengan bahasan yang sangat mendalam - filosofi. Dalam karya terbarunya kali ini, dialog antar dua tokoh mengenai argumen mimpi (Dream Argument) berperan bak kuliah informatif mengenai realita. Tak pelak, untaian kata nan mendalam tersebut membawa hawa penyegaran tersendiri bagi blog ini, walau ini bukan kali pertama kami mencantumkan konten terkait filosofi.

Sejatinya mimpi adalah karunia berupa gerbang menuju alam penuh tanya. Dream Argument pun bukanlah bahasan baru dalam peradaban manusia - beribu tahun sudah para pemikir larut dalam pembahasan mengenai apa yang terjadi di balik layar kesadaran manusia. Dengan semakin banyaknya peneliti dan penggiat mimpi (lucid dreamer) di dunia ini, setebal apakah batasan semu pemisah antara realita dan fantasi yang masih kokoh berdiri?

Sebelum Anda tenggelam lebih dalam menuju lautan pemikiran introspeksi diri, terlebih dahulu kami lampirkan detail teknis mengenai cerita pendek terkait :

  • Judul : Ethereal
  • Pengarang : Lisa Santika Onggrid // requiem

Masihkah persepsi Anda mengenai realita terjaga seperti sedia kala?

 ----------------------------


“Have you ever heard of Zhuangzi?”

Like always, she tilted her head sideways in a childish manner, one hand propping her chin. By now, he was used with this behavior.

“Hmm?”

Taking that as a cue, the girl continued almost dreamily, “A man dreamt of a butterfly. When he woke up, he couldn’t take his mind off it. He wondered, did he dream of a butterfly or was the butterfly dreaming of him?”

Unsure what to say, the boy shrugged and scratched his hair. She was too much a dreamer, really. Most of the times he wondered what kept him putting up with her antics, but it was an exercise of futility.

“So?” He tried, coaxing her to simply say whatever point she wanted to make. He was not going to waste his energy thinking what it might be. Knowing her, it would be beyond his wildest dream.

“Well, don’t you think that we too, might be part of someone’s dream?”

Now it was getting unwieldy.

“Are you saying...we’re all...unreal?”

She laughed. Distinctly innocent and somewhat pensive. Used to be her charm, but nowadays he just couldn’t get it anymore.

“Perhaps. Maybe. Who can ever prove we’re real anyway? Say, maybe I’ll wake up tomorrow knowing that we’re just a figment of somebody’s imagination.”

In a foolish attempt to play with her game, he pricked his fingers against a nearby bushes. The tiny drop of blood was glistening red under the sun.

“It hurts here. Can’t you see we’re real enough?”

She shook her head.

“What do we know of hurt? Maybe in the real world, there is no pain at all, or maybe it’ll hurt worse. Who says dream cannot hurt?”

“You are getting crazy,” he muttered. That much he was sure.

“I know I am. It’s not so bad, actually. We’re already living in a world full of lies, it won’t make much 
difference if the world itself is a lie.”

He sighed. The whole conversation didn’t make any point at all. Once upon a time, he would entertain her thoughts, found them endearing, even. Currently he wished they could spend their time like any normal 
couple instead of mulling on this faux philosophical discussion.

“Gimme a break. I’m tired with your fantasy.” And randomness, if he might add.

She gave him a long, blank stare.

“No, no. You don’t understand me at all. See, there is beauty in transience. The knowledge that everything is ephemeral, that one day it will be gone... That’s what make this world worth living in, to collect those short-lived moments into a bucket of memories.”

What the hell? He tried to remember things they did together recently. What might prompt her to bring up such topic? 

He couldn’t find any. She never stayed on topic too long anyway. Her thoughts strayed and branched and hopped from one place to another, it was almost impossible to pin down what was currently happening in her mind. He gave up.

“What’s getting into you, really?”

“Nothing, I guess. Just chalk it up to one of my quirks.”

That ended the conversation. Just like that, she walked away, leaving him to ponder on the strange evening.

Saturday, October 18, 2014

GST 2014 : Projects Insight


(illustration by Om Tivi)

Dear fellow readers, first and foremost allow us to incept this report with a retrospective question : Remember when we posted an oversee of this consecrated visual novel ages ago? Ah, such a magnificent moment back then. One thing remained unchanged ever since is the time's forward progression, and the march of tick itself has brought us to this very point - the point where the cycle turned into its starting point once more.

Yes, a year has passed, and the time for yet another Genshiken Staff Training (GST) season has arrived. Every GST so far has been a promising momentum to uncover up some precious individuals in the creative industry, and this year's no exception. Had last year's GST unveiled some creative works such as (x²+y²-1)³=x²y³ and Phantasmagoria : A World Genshiken Only Knows*, what would this year's GST projects has to offer, then?

Before proceeding further we'd like to remind you that this sighting report is limited to Story Division-related projects due to length constraints. Outside this post, afraid not to traverse into five other realms - uncut gems ready to be polished are scattering firm among all six Genshiken ITB divisions, really. Have our heartfelt assurance.

  • Novel : (title yet to be decided) // A romance novel project led by Luh Putu Viona Damayanti about a female basketball player in tandem with collaborative illustrations. We don't allocate this project first on the list for no reason - the concept to the story (or the story itself, even) has been residing within suspension state somewhere among Viona's hard drive for years. It is imminent that this acts as a major hint to Viona's true literary artistry (which is something we're looking up to) - furthermore, she had admitted that she is in-charge of administering a writing blog somewhere in which she decided to undisclose at this point.
  • Visual Novel : Locked Up // The whole horror scene (especially the ones that circles around murder) is notorious for being difficult to simulate on, yet Andri H. and Stephen A. decided to step upon this sorrowful world of infinite enigmas. It's a pleasant surprise for us to find out there's a dynamic duo who aims for succession upon the creation of this life-and-death game scene with the aid of Microsoft Visual Studio, as this project borders tightly with its risks. Their proposal so far is laden with programming-related stuffs, though. 
  • Short Stories Anthology : Legenda Sungai Cikapundung // As a late entrant, it's imminent that a distinct innovation is greatly needed to create an encharming writing considering the time disadvantage. With that in mind, M. Fathur and his team attempted to do an unorthodox approach on their project - crafting a fictional world in which the story greatly relates to the real world's issues (be it local or global). All of these branching wonders point into the story's main goal - educating. Yes, as fas as we've concerned no one has attempted to create an educational folktale previously on GST, and it's interesting to see how these creative pioneers execute their masterplan.
  • Illustrated Stories 1 : (title yet to be decided) // Being the most enormous group on the Story category (and the second most enormous among the whole GST 2014 universe), this yet-to-be-unveiled superproject tells an epic which revolves around the medieval age. Not much is known at the moment about this group of ten hopefuls except for they're the ones who had achieved the furthest progress upon the time of this writing.
  • Illustrated Stories 2 : (title yet to be decided) // Had there been a concept too mysterious for scientists to decipher, it might just be the conundrum of time and space. Yet, a giant question mark lies on how shifting time and space in a fashion may alter realities and dimensions. Within this cosmic baffles, please welcome this daring group-of-seven - led by Deny - who aims to refurbish this parallax based on their own perspective. Interesting 'future sight' concept so far, though we haven't heard a lot on their development side for now.

Ahead of these groups are five different pathways leading to one ultimate finish line. As they're progressing forward in their own journey, it's our task at hand to invigorate their soul and mind as a forefront beacon. Who will yield upon the brightest shine on the presentation day?

*Yes, we haven't got this covered on this very blog (yet) - we fully realize. Maybe someday (:

 ----------------------------

PS : It appears that a teaser story for Locked Up has been submitted as an contending entry for our latest Genshiken Writing Challenge, which is a pleasant breeze to the whole GST hemisphere. We haven't delved deep enough to the story due to us lacking proper time, though - but it's a promising one so far, we firmly believe!

Wednesday, October 1, 2014

GWC : The Genderbender

Sekilas entri ini mungkin terlihat terkait dengan proyek Heavy Inversion yang pernah kami ungkit sebelumnya, namun percayalah - keduanya merupakan hal yang tidak terhubung satu sama lain.

Adalah Karina R. // Riesling yang merupakan sosok di balik layar terbentuknya kisah kaya plot twist ini. Kisah ini tak lain merupakan respons sang penulis kawakan Genshiken ITB atas Writing Challenge sebelumnya yang bertemakan 'Superpower / Superhero', yang terpilih sebagai pemenang menyisihkan entri-entri lainnya setelah melewati proses penilaian oleh panel juri lintas generasi.

  • Judul : The Genderbender
  • Event : Genshiken Writing Challenge - Superpower / Superhero
  • Pengarang : Karina R. // Riesling

Hadiah untuk sang pemenang sudah tersedia dan dapat diklaim di sekretariat Genshiken ITB.

Selamat membaca!

----------------------------

Deg. Deg. Deg.

Pacarku menatapku lekat-lekat dari seberang meja. Gelas berisi es batu di depannya—minuman favoritnya—belum disentuh sama sekali. Kami sudah janjian ketemu di café ini sejak minggu lalu, tapi dia selalu tiba-tiba membatalkan janji.

“Ada yang harus kukatakan padamu,” begitu katanya setelah terdiam cukup lama.

Aku menelan ludah.

Kita baru jadian sebulan, masa sudah mau putus?!

 “Ada sesuatu tentangku yang kau tidak tahu... Kalau kau ingin kita putus setelah mengetahui hal itu, aku mengerti.”

Aku lega sekaligus terperanjat. Lega karena tidak langsung terang-terangan minta putus, tapi juga syok... Ucapannya itu sama sekali tidak pernah terpikir olehku. Pertama, aku terkejut karena selama ini dia menyembunyikan sesuatu dariku. Terkejut dan kecewa. Selama sebulan ini aku belum sembuh dari rasa ge-er bahwa aku adalah orang yang paAnya dekat dengan Gino dan tahu segalanya tentangnya. Bagaimana tidak ge-er, pacarku itu artis kampus nomor satu, aktor tampan sekaligus sutradara berbakat yang berhasil membuat unit teater populer bahkan di antara mahasiswa yang biasanya alergi terhadap sastra.

Lagipula kukira kami adalah satu dari segelintir pasangan yang tidak menyimpan rahasia dari satu sama lain. Aku bisa mempercayainya sepenuhnya dan dia juga percaya padaku. Semua masalah pasangan di komik dan film berawal dari krisis kepercayaan. Aku sempat sangat yakin bahwa kami tidak akan mengalami hal itu.

Tapi kenyataannya ada sesuatu tentangnya yang selama ini tidak kuketahui. Dan tampaknya ‘sesuatu’ itu begitu besar sampai-sampai bisa membuat Gino berpikir aku mungkin ingin putus dengannya.

Padahal selama ini sedikitpun tidak pernah terpikir olehku untuk putus dengan Gino. Rasanya begitu… salah.

“Anya… kumohon katakan sesuatu…” pintanya.

“Aku tidak tahu harus bilang apa,” jawabku jujur. Lalu aku menunggu.

“J-jadi begini… Sebenarnya aku—“

DHUAR!!!

Aku terlonjak dari tempat duduk ketika mendengar suara ledakan. Apa yang terjadi?!

Suara ledakan itu terdengar dari luar. Aku baru saja hendak mengintip dari jendela di belakangku, tapi Gino tiba-tiba mencengkeram bahuku.

“Kau tidak apa-apa kan?!” tanyanya panik.

“T-tidak. Aku nggak apa-apa kok.”

Tiba-tiba bumi ikut bergetar. Gempa?!

“Tunggu di sini, sembunyi di bawah meja lebih aman!” ujarnya lagi.

 “Bukannya lebih baik kita ke tempat terbuka?”

“Jangan! Pokoknya jangan keluar dari sini! Aku akan kembali sebentar lagi, oke?”

Aku tidak paham apa yang terjadi, tapi Gino benar-benar terlihat panik. Dia bilang ini bukan gempa, tapi kenapa dia panik begini?
Gino memaksaku bersembunyi di bawah meja sebelum berlari keluar café. Setelah dia keluar, aku juga keluar dari bawah meja dan menuju jendela untuk melihat apa yang terjadi di luar.

---

Aku melihat kengerian.

---

Monster. Aku tidak punya istilah lain untuk menyebut makhluk-makhluk mengerikan di luar sana. Jumlahnya mungkin ada ratusan, ukurannya sebesar anjing namun dengan tubuh yang dipenuhi lendir. Yang lebih mengerikan lagi adalah Gino yang berlari ke tengah-tengah kumpulan makhluk yang menghancurkan segala hal yang mereka lewati itu.

Akhir-akhir ini memang sering ada berita tentang serangan makhluk-makhluk mutan hasil eksperimen pemerintah. Foto di koran-koran persis seperti pemandangan yang kulihat sekarang. Hanya saja ini nyata dan sepuluh kali lipat lebih mengerikan. Serangan itu selalu berhasil dihentikan oleh seorang pahlawan wanita tanpa nama yang konon memiliki kekuatan super yang dapat menghentikan perkembangbiakan mutan ini. Hanya saja jika ada mutan yang tersisa dan tidak ditemukan, serangan semacam ini bisa terjadi lagi, seperti sekarang.

Lalu apa mau Gino, menerjang ke tengah lautan monster itu?! Dia bisa mati!

Baru sekali aku berkedip, aku sudah kehilangan sosoknya di luar sana. Ke mana dia? Apa yang terjadi?

Tanpa pikir dua kali aku keluar dari café untuk mencari Gino. Tapi aku tidak tahu harus mencari ke mana. Aku hanya bisa berdiri dan menoleh kanan-kiri sementara ratusan orang berlari melewatiku untuk menghindari monster-monster itu.

Gino, kamu di mana?!

Lalu tiba-tiba keajaiban terjadi. Aku serasa buta sesaat. Selama sesaat itu aku hanya bisa melihat warna putih. Ketika penglihatanku kembali, makhluk-makhluk mengerikan yang membuat onar tidak lagi bergerak. Sosok mereka menjadi tak menentu, berubah-ubah setiap detik—mengerut, mengembang, mengerucut… Terus begitu hingga akhirnya mereka semua lenyap. Di sebuah gedung tak jauh dari tempatku berdiri, aku melihat seorang wanita yang tinggi semampai dengan kedua tangan terkepal memandangi makhluk-makhluk yang menghilang pelan-pelan itu.

Aku pernah melihat sosok itu di koran dan televisi. Itu dia, si pahlawan tak bernama yang selama ini melawan mutan-mutan yang menyerang kota!

Tapi aku tidak punya waktu untuk mengagumi wanita itu. Aku harus mencari Gino! Bagaimana kalau…

Tidak! Aku tidak mau membayangkan itu! Dia pasti ada di sekiar sini, dia pasti baik-baik saja!

Aku bergegas menuju tempat makhluk-makhluk tadi berada, berharap bisa menemukan Gino di sana.

“Anya!”

“Gino--“

Bukan. Suara yang kudengar itu memang mirip dengan suara Gino, tapi terdengar berbeda… Seperti suara perempuan.

“Anya!”

Tadinya aku ingin menghiraukan panggilan itu, tapi akhirnya aku menoleh juga. Hanya beberapa meter dariku, aku melihat si pahlawan wanita tak bernama.

…Apa dia yang memanggilku? Tapi bagaimana mungkin dia tahu namaku?

“K-kamu manggil aku?” tanyaku ragu.

“Anya… Ini aku. Gino.”

“HAH?!”

Apa-apaan maksudnya?

Apa jangan-jangan aku sudah ditelan monster tadi dan sekarang berada di ambang kematian, lalu berhalusinasi? Bagaimana bisa pahlawan kota yang jelas-jelas perempuan mengaku sebagai pacarku yang jelas-jelas laki-laki?

Aku memerhatikan sang Pahlawan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia tidak mengenakan kostum superhero seperti pahlawan di komik-komik. Pakaiannya biasa saja, kaos, jins, dan jaket kebesaran… Rasanya pakaian itu familiar. Wajahnya juga—

Ini pasti halusinasi.

Lalu sang Pahlawan mulai bertingkah aneh.

Dia jatuh sambil memegangi kepalanya dan mengerang. Tubuhnya seolah… seperti makhluk-makhluk tadi sebelum menghilang. Bentuknya seolah berubah-ubah… Lalu aku dibutakan oleh cahaya putih.

Ketika cahaya putih itu hilang. Aku melihat Gino berlutut dihadapanku sambil memegangi kepalanya.

“Gino…?”

“Ini yang ingin kuberitahukan padamu tadi. Sebenarnya aku adalah gadis yang selama ini melawan mutan-mutan hasil eksperimen pemerintah. Aku juga… menjadi mutan.”

Begitu katanya.

Aku tidak tahu harus menjawab apa.

“Aku sedang kunjungan ke lab tempat pemerintah bereksperimen dengan makhluk-makhluk itu ketika mutasi mengerikan itu terjadi. Ketika objek rekayasa genetik itu bermutasi menjadi monster, aku juga terkena… Akibatnya aku memiliki kekuatan mengendalikan gen makhluk-makhluk itu. Tapi efek sampingnya, setiap kali aku menggunakan kemampuanku, tubuhku akan bermutasi dan berubah menjadi tubuh perempuan…”

“Selama sebulan ini aku ingin mengatakannya padamu, tapi aku takut… Mana mungkin kau mau pacaran dengan… mutan… sepertiku?”
Mimpi.

Ya. Ini pasti mimpi.

Kalau disimpulkan, pacarku adalah seorang superhero. Tapi setiap kali ia menggunakan kekuatan supernya, dia berubah menjadi perempuan.

Ini…



Ini keren!

***
Sang Genderbender Menikah!
Gino Klein (22)—aktor dan pahlawan yang menyelamatkan kota dari serangan mutan hasil percobaan pemerintah tahun lalu—diam-diam menikahi kekasihnya, Anya Movitch (22), untuk menghindari gangguan massa dan media terhadap momen sakral itu. Namun jangan khawatir, mempelai yang berbahagia akan menyelenggarakan pesta kedua untuk menghormati seluruh fans sang Genderbender baik dari kalangan pecinta teater maupun mereka yang menyukai sepak terjangnya sebagai pahlawan penyelamat kita semua.



Friday, August 1, 2014

Poetry : Retroverso

Untuk memperkokoh eksistensi Genshiken ITB di dunia maya, Genshiken ITB merilis suatu akun ask.fm sebagai sarana bagi khalayak luas untuk bertanya seputar Genshiken ITB tepat lima hari yang lalu. Ekspansi ini sejauh ini terbilang positif - sejak blog ini tercuplik dalam salah satu jawaban di sana, traffic blog ini terhitung menanjak. Oleh karena itu, tak ada salahnya bagi kami untuk menyapa semua pembaca sekalian di manapun Anda berada - baik yang sudah lama mengikuti perkembangan blog ini ataupun yang baru bergabung, kami harap Anda semua terhibur dan tergerak dengan konten-konten kami!

Nama Lisa Santika Onggrid // requiem tentunya sudah menjadi nama yang tak asing dalam jagad kesusastraan Genshiken ITB. Merupakan sebuah kehormatan tersendiri bagi kami untuk memublikasikan suatu buah refleksi pikiran sang penulis, yang - tak layaknya karya-karya sang penulis sebelumnya - ditulis dalam bahasa Indonesia.

Berikut detail teknis mengenai puisi terkait :

  • Judul : Retroverso
  • Pengarang : Lisa Santika Onggrid // requiem

Retroverso - sebuah kata yang berasal dari bahasa Latin 'retrovertere' - pada hakikatnya adalah sebuah kata yang berarti 'terbalik secara tidak wajar'. Kata yang disinyalir berakar dari istilah anatomis dan linguistik ini menjadi sumber inspirasi yang diusung sang penulis dalam puisi kontemplatif semi-monolog ini.

Selamat membaca!

---------------------------- 

Percikan tinta merah di sela-sela buku
yang kautulis dengan terburu-buru
Lembar-lembar mimpi menyimpan rindu
ketika kau melihat keluar jendela dan terdampar di masa lalu

Berulang-ulang kau ajukan pertanyaan
yang terlintas di benak kala menyusun angan
Butuh waktu tak sebentar
sebelum akhirnya kau sadar

Ada cahaya baru yang kau kejar
di ujung jalan kilau keemasan
Akankah kau temukan jawaban
'tuk menelisik mimpi dan tujuan?

Terkadang semua nampak sama
Hamparan awan di langit, wajahmu pada purnama
Hanya cermin yang tahu sudah berapa lama
Juga
Percikan tinta merah di sela-sela buku
yang kautulis dengan terburu-buru
Terkubur dalam aliran waktu

Wednesday, July 23, 2014

Story : note-to-self

Cerita pendek berikut adalah cerita pendek lainnya yang direncanakan sebagai materi GenMagz mendatang. Sang kreator mengindikasikan bahwa cerita di bawah merupakan intisari dari refleksi pikiran terdalamnya, dengan maksud yang disampaikan secara tersirat baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain.

Adapun detail teknis mengenai cerita berikut adalah sebagai berikut :

  • Judul : note-to-self
  • Pengarang : Zakaria S. Laksmana //Nivalyx

Dan, ya - dalam waktu dekat, kami juga berencana untuk merilis satu puisi tambahan yang juga berlaku sebagai komplementari proyek GenMagz. Selamat membaca!

----------------------------

Being able to embrace silence is a lovely godsend bestow.

Universe's ambience has been a loyal company long forgotten, silently morphing into a relic of our journey. Amidst the faint radiance striving from afar lies what has been imminently kept for uncounted millenias in the void.


On the other distant behalf of the universe, though, lies what known to us as 'humans'.


Our divine beings perhaps are too incorporeal for them to unravel, but here's one thing both of us understands - we and humans overlap each other in its practice. An overhanging part is what us are to their perception, and it's such a special honor for us to be treated that way.


Some of them, though, perceives you as a bounding frame instead of an important arpeggio of the universe's sacred sonata. Sorrow and mourn is a common trait which heaps to their web of thoughts upon the calling of your name - a true elocutionary opposite of how I've been welcomed so far.


Peel deep inside the heart of the universe and you'll find our great safeguard. A secret which stands firm along with the creation of the universe - struggling hard to keep the cosmos on its destined path. A masterplan that has been foretold and well-hid by the ancient beings - let's just consider this sophisticated grand scheme as 'entropy'.

 
See, the universe doesn't work that way. The supernatural enigma you possess soon will entrain people to your side. For humans and all living beings escaping this fate is futile. For every creation there's destruction. For every sweet dream there's nightmare. Even the brightest stars will soon perish into black dwarfs, leading this once-stelliferous universe to its inescapable asphyxial demise.


Fear of your presence is only for the ones who cast me aside in their blackest oblivion at some point and being unfortunate of my aides.


~ your lifelong partner, L

Thursday, July 10, 2014

Holiday GWC Announcement


Selamat malam semua! Pertama-tama, izinkan kami mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya (:

Bagi Anda yang sudah menjejaki liburan, bagaimanakah liburan Anda sejauh ini? Masihkah benih-benih produktivitas tersebut tersemai pada hati Anda? Atau Anda justru sedang merasa terpanggil untuk membuat sesuatu yang fenomenal?

Yah, mungkin saja Special Writing Challenge ini merupakan jawaban dari kegalauan hati tersebut. Divisi Story kembali memanggil massa Genshiken untuk berkarya melalui sebuah Writing Challenge yang didesain spesial ini. Untuk menyemarakkan Genshiken Staff Training (GST) 2014 mendatang, sengaja kami samakan tema Writing Challenge kali ini dengan tema GST 2014 - Superpower (Superhero).

Berikut ketentuan Writing Challenge kali ini:

• Deadline : 10 Agustus 2014
• Konten minimal mengandung 100 kata, dan mengandung hal terkait Superhero / Superpower
• Dikirim ke alamat e-mail adnin_likezcat@yahoo.com
• Jangan lupa mencantumkan 'Special Writing Challenge' di subject e-mail, beserta identitas (nama/ID Forum) pada e-mail sebagai tanda pengenal

Dan, yap - Writing Challenge kali ini berhadiah! Tak besar memang. namun semoga dapat menjadi sesuatu yang berarti~

Selamat berkarya!

----------------------------

PS : Sebagai bonus, kami turut melampirkan PV proyek Heavy Inversion yang dahulu pernah kami junjung ke permukaan. Selamat menonton!


Sunday, July 6, 2014

Poetry : [T]races

Juli sejauh ini telah menjadi bulan yang relatif sibuk bagi massa Genshiken ITB, terlebih dengan semakin mendekatnya OHU 2014 dan simulasi OSKM 2014 - meskipun demikian, jangan khawatir! Kami tetap siap menyajikan konten-konten baru nan inspiratif yang akan menggugah pikiran Anda, yang selama ini tersimpan rapi dalam berkas literatur kami.

[T]races - sebuah puisi karya Lisa Santika Onggrid // requiem - adalah karya penuh pemikiran pilihan kami pada kesempatan ini. Awalnya karya ini dimaksudkan sebagai konten untuk 'kelahiran kembali' GenMagz - Genshiken ITB Magazine - yang kini berstatus mati suri walau sempat berjaya di dunia maya kala itu (ref : Mysterious Affair At Styles), namun setelah berbicara dengan sang kreator puisi (yang notabene juga adalah pemimpin redaksi GenMagz saat ini) tercapailah kesepakatan agar puisi ini turut terpublikasi luas di blog ini.

...dan seperti biasa, kami turut melampirkan detail teknis mengenai karya terkait dalam post utama :

  • Judul : [T]races
  • Pengarang : Lisa Santika Onggrid // requiem

Yah, begitulah. Banyak kejutan yang siap untuk ditampilkan pada GenMagz nanti, yang telah kami atur apik sedemikian rupa secara internal. Dan satu hal terakhir, last but not least - GenMagz kala ini masih menerima entri-entri karya, baik itu ilustrasi, review karya, ataupun lainnya! Bagi massa Genshiken ITB yang merasa tertantang, entri dapat dikirimkan ke alamat e-mail genshikengenmagz@gmail.com.

UPDATE (4/08) : Kami baru saja mendapat informasi bahwa puisi ini merupakan sepucuk bagian dari proyek antologi puisi pribadi berjudul serupa ([T]races).

Selamat membaca!

----------------------------

Footsteps on the sand
faded against time

Eternity, your fingers gliding to engrave
Down to the dot in quaint letterings, that young face forlorn
'Cause I'm too big for castles,' you said in voice only too solemn
'Built a snow fort in winter--watched it melted.'

A twinkle in the sky has the path we walked on the shore of yore

'Built a snow fort in winter--watched it melted.'
Cacophony was the crashing waves in the air where raindrops
Dripping down the frosted glasspanes where you trace mirages of days past
Echoes of laughter filling in the silence

Footsteps on the sand
faded against time

Sunday, June 29, 2014

Genshiken ITB : 2005 ~ 2014



Say, we named ourself  'Genshiken Story' not for a void reason.

Aside from our primary task to deliver the best out from Genshiken ITB's story department, it's somewhat our 'responsibility' as well to pass on the stories behind this very unit to the masses. And yes - we've been aware of it from the very beginning. The time for this will come soon enough, indeed.

We ourselves doesn't really have many words on our mind right now - let the video above speak by itself. We'd leave you instead with the video's semi-official description (read : propaganda) that we've been using around on our mission to spread the video throughout our internal forum and the social medias :

'Inilah video yang menggambarkan perjalanan UKM Genshiken ITB, yang tersusun atas dokumentasi-dokumentasi pilihan yang tersedia sejak masa primordial Genshiken ITB hingga dokumentasi terkini yang diracik khusus dalam rangka Dies Natalis ke-9 Genshiken. Tanpa perlu banyak berkata-kata, rekoleksi foto dan video yang terangkum dalam suatu kolase konektif ini akan banyak bercerita mengenai pengembaraan sembilan tahun Genshiken ITB yang diwarnai beragam hal-hal atraktif.

Tak mudah memang merangkum kenangan yang terjalin selama sembilan tahun dalam sembilan menit nan singkat, ya. Saya memang tidak terlibat langsung dalam awal berdirinya kelompok studi ini, namun selama dan setelah melakukan proses penyuntingan secara tak langsung saya merasa terkoneksi - merasakan semangat dan aura positif para pendiri unit ini, para pendahulu, para pengurus yang kini bertugas, dan para penerus.

May this video confers you all with positive vibes.'

Happy watching. An exclusive, unreleased-before poetry has been planned for our release in the near-distant future, though.

- Nivalyx

Friday, June 20, 2014

Review : Dusk's Secret



Apologize for our recent inactivity! Well, real life stuffs kept on coming every here and there, which amounts negatively to our free time. Worry not, though! As our 'token of apology', we'd like to deliver something that we haven't done for a while - a peek at a visual novel project!

...speaking of which, we haven't wrote anything about an external visual novel, have we? Well, it's about time - yes. Please welcome Litto & Tobi - Dusk's Secret, which is the very first digital work of a newcomer independent game developer entity named Littobi Visual. Beforehand, we'd like to inform that this very post on our blog is made possible thanks to Elma Nandira // rikukiko, which (somehow) serves as a connection between us and them. Established a year ago, this newborn circle had produced contents not only limited to games - some interesting short stories are also available to read on their Facebook page.

And, uh, yeah - much less, that's the background behind the working team. Onwards to the main point, how was the game, then?


Comedic atmosphere is laden in this blitz-quick visual novel, which somehow works well with the heartwarming string melodies that accompanies the main scenes. At the main menu there were no hint at all that the take on this visual novel would be a comedic one, though - it's a pleasant experience discovering the somehow clandestine connection between one funny dialogue and another. Take this one (which is one of our favorite punchline), for example:

Some of them were even frustrated and did extreme thing : jumping from a 200-floor building. Oh My God.
However, they amazingly survived...

It makes you wonder 'What will happen next/how could it be possible', doesn't it? Well, just seconds later, a twist of fate happened.

...because they were just jumping in place.

Not an entirely new joke, we know - but in the gameplay, it's perfectly timed. It's more than enough to make us elicit a smile, in the end. There are more comedic punchlines later in the game though, but it's best for us not to spoil things out too early and let everyone out there interested to seek out and explore this surreal, out-of-the-box dimension by him/herself.

The biggest surprise, after all, though - is the ending. This game effectively applies the 'less is more' principle by using a 'magical' three-letter word as their ending statement. It's majestically hilarious, really.


Still, there's still a lot of spots for improvement that this game can fulfill. One of the most noticeable 'downfall' of this game is - undoubtedly - the lack of the main menu theme song. We personally visualize that an happy ambient loop music (a Newgrounds song perhaps?) would do best in providing an enrichment to the current cheery, pastel-color-templated main menu screen. Some more proofread may be proven worthy for this game, as there are still some minor grammatical and punctuation error(s) but overall we're satisfied with the choice of words used. Not to mention that the illustration and (mainly) the background images can still be greatly improved, though.

What should we say as our final words toward this short game, then? It's simple, relaxing, entertaining, mind-bending... Well, as their primordial game project, it's not that groundbreakingly exceptional but still it's pleasing enough to play/read. People who are interested in trying out the game can assess the download link through their official Facebook page, to whom it may concern. And yes - there are various interesting trivial facts about the world of visual novel on their page as well, which is also worth checking.

- Nivalyx

Sunday, June 1, 2014

Poetry : HYPE

Tak terasa, semilir angin khas bulan Juni telah menyua kita semua. Menjelang berakhirnya paruh pertama tahun 2014 ini, saatnya kami memayungi karya-karya baru dalam gemerlap cahaya!

Puisi di bawah ini lahir dari sesuatu yang sudah sangat tidak asing di kalangan anggota-anggota Genshiken ITB - randomness. Ya, sang kreator - Karina R. // Riesling - mendapat ilham akan penciptaan puisi ini dari hasil mencoret-coret secarik kertas tanpa tujuan dalam kendaraan travel yang ditumpanginya tempo hari. Bukti konkrit bahwa inspirasi bisa hinggap di mana dan kapan saja!

HYPE - itulah judul puisi hasil curahan imajinasi Riesling kali ini. Sebuah kata empat huruf, yang didefisikan oleh Concise Oxford English Dictionary (11th Edition) sebagai 'extravagant or intensive publicity or promotion'. Atau 'a deception or hoax', sebuah definisi alternatif yang tak secerah makna utamanya. Kami di sini tak mendalami etimologi kata, namun menarik menelisik fakta bahwa suatu kata dapat berarti jamak yang saling kontras satu sama lain.

Belakangan diketahui bahwa Riesling sendiri berencana menggubah lagu bersama dengan B. Akhfiya berdasarkan puisi di bawah ini. Ya - sebuah alunan melodi. Time to get hyped! ...anyway, berikut adalah detail teknis terkait puisi yang akan kami persembahkan:

  • Judul : HYPE
  • Pengarang : Karina R. // Riesling

As always - selamat membaca, dan selamat larut dalam alunan kata-kata indah berikut!

----------------------------

Hype is what I feel when I think of you
Heartbeat ran faster
Breathing became shorter
And joy from who-knows-where overflowed my chest

I should tell you about this complication
but fear wins over my determination
What if I chase you away with this emotion?
Will there ever be an answer for that one question?

Dear God, I can hear his voice everywhere
But never once it said the words I long to hear
Oh Lord, it hurts, my voice will never reach him there
But I can't get rid of this hype whenever he is near

Hype is what I feel when I think of you
Adrenaline rushes
I'd begin to feel restless
It kind of hurt a little wishing you were here

Dear God, I can hear his voice everywhere
But never once it said the words I long to hear
Oh Lord, it hurts, my voice will never reach him there
But I can't get rid of this hype whenever he is near

And I can't get rid of this hype even though you're far away
'Cause near or far, you're in my heart anyway

Sunday, May 25, 2014

News Glimpse - May 2014

Well, first and foremost, holiday season is fast arriving, so (obligatory) happy holidays to everyone from us! May this holiday season be a great one (:

Speaking aside, there's one major consequence regarding this holiday season, though : The vast decrease of Genshiken ITB members' activity. For us - Genshiken Story - this is no exception, sadly. Worry not, though - we've compiled several exciting things around in a short glimpse of news. Feel free to take a look!

  • The 'You can (not) paham project' that we mentioned just underwent a major tweak - the project is now currently under chrovide's lead (whose real name is still not possible for us to disclose), has been renamed into Heavy Inversion, and - most importantly - has received a new logo. Although the designer himself, Maulana Mahardika // raika4freedom stated that 'the logo may subject to change', it's still possible for us to share the temporary design, so... yep - here it is:


  • Apparently there are some story-based contents (guest reviews, even) posted on the old, abandoned Genshiken ITB website (most notably this one) - it's still unclear at this point whether we are allowed to re-post the content here or not, though. In the meantime, feel free to toy around the old Genshiken ITB website!
  • The once-delayed Pen-Gen finally came into reality earlier today at SDN Lanuma Husein Sastranegara. How it went in general was more or less similar to the contains of our earlier post (no bombshells or anything), with Bima S. // ntLKM and Lisa S. Onggrid // requiem representing Genshiken ITB on the story post (I was stationed on the movie outpost myself, though, sharing stuffs about digital video editing and else). Here's a sneak peek of how this morning's event went:


    The activities done back then varies with each outpost, but for the story post specifically we did a short Chronicle of Budi-like story (a chain story where each person is only allowed to write two consecutive sentences at max, in this case) and - furthermore - we also asked the children (from Safeducation) to create a short story based on a random sequence of chosen illustrations.

    And, ah, yes! That was a joyful experience to everyone involved. We initially planned to create a full-length article on this, but the assigned commander-in-chief - Yusuf A. // KIRAfollower - asked us personally not to. Several more pictures are available to view on Genshiken ITB's Facebook Page, though - feel free to head there!

Well, yes, that concludes all we wanted to share - nothing major thus far, we can say. All Genshiken ITB divisions are still undergoing a transition between their old and new magistrates though, just for your (probably trivial) information.

Once again, have a joyful holiday from us!

Sunday, May 18, 2014

News : You can (not) paham

Don't feel intimidated (or confused) by the post's title - some great things are meant (not) to be understood, no? Say, for example, this song* - it holds the status as one of the finest neurofunk tune out there we know, yet the lyrics make no sense at all. This one, dear readers, is not an exception.

So, uh, well... Hello! This time we'd like to bring an upcoming project from the Genshiken ITB members to the spotlight, and - as the name suggests - thorough understanding on this project isn't required at all.

Let us start our journey to nowhere with the back-story behind this 'madness', which is an interesting one. The inception of this insanity occurs when one of our prolific member, Dewi Nur Fitri // Xerofit51, posted this picture on our internal Facebook group, captioning 'Genshiken ITB : You can (not) paham' in her post:


In case you're wondering, the picture above depicts the female version of the core male members of Genshiken ITB. Yes, you're reading it correctly - which character represents who is better not to told here, though. In short time, thiis picture is proven phenomenal - it spawned an overwhelming 200 comments in just two hours. Needless to say, the counterpart follows soon enough:


Now here comes the interesting part : As the picture above gained increasing popularity over time, Xerofit51 herself decided to progress further, making a visual novel based on this concept. It's right now a work-in-progress, as the VN itself is currently being developed by a small team consisting of Xerofit51 herself, Mentari Adnin M. // meongngng, Maulana Mahardika // raika4freedom, chrovide (an illustrator who prefers her name not to be disclosed), and myself included.

...no, the best thing is still ahead. Although the 'You can (not) paham' is just being there as a placeholder name, a promotional video and some merchandises (such as exclusive cards and - wait for it - dakimakura) are being planned at the moment. At the moment we write this, the theme song of this project is streamable here, and a sample of the upcoming cards is viewable below:


The storyline is relatively simple - several Genshiken ITB members played a 'forbidden' game in the area of Genshiken ITB's secretariat (Star of Destiny?) which caused the male players to turn into a girl (and vice-versa). The involved players are then desperately looking a way to turn them back as is, by... Well, we don't know how though. The project leader (Xerofit51) hasn't told us how she will continue the storyline, and - frankly speaking - although we managed to peek at the script earlier, we didn't pay our full attention on it.

At this point, a question may pop out from your mind : Is it worth to create a VN based on something seemingly unimportant like this? In our opinion, the answer is simple : Considering for what this VN is made, yes - it's worth. It's very worth. Remember the VN Carat - A Genshiken Story that we reviewed on the blog earlier? Yes, this VN is projected to be an 'introductory VN' for the upcoming Genshiken Staff Training (GST) 2014 event. 

...well - it's against our nature to showcase many pictures like this in one post, we know. But, then again, it's quite rare to see a massively ambitious project like this. Potential, yet possibly too enormous to handle. Had this project ran into succession, we'll be having a meaningful feast for sure.

What can we say about this project so far, though? It's a chaos.

A beautiful chaos.

- Nivalyx

----------------------------

On a side note : Congratulations to Harris K. Yondi // HRRZ for being chosen as the head of Genshiken ITB for the upcoming 2014-2015 academic season! May this season be laden with positive energy and meaningful one under your lead!

*PS : The original song (which is also worth mentioning) is streamable here